BAB I
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran
merupakan proses untuk meramu sarana dan prasarana pendidikan untuk mencapai
kualitas yang diharapkan. Kualitas lulusan pendidikan sangat ditentukan oleh
seberapa jauh guru itu mampu mengelola dan mengolah segala komponen
pendidikan
melalui proses pembelajaran. Meskipun sarananya lengkap tetapi jika guru tidak
mampu mengolah sarana melaluli proses pembelajaran, maka kualitas pendidikan
akan terasa hambar. Ibarat makanan
guru adalah juru masak, yang senantiasa memiliki kemampuan meramu bumbu
sehingga makanan terasa lezat.
Belajar adalah merupakan suatu proses yang dilakukan
seseorang untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup tiap
individu. Menurut Skinner (dalam Effendy) individu belajar adanya (stimulus)
dari luar dan mungkin pola karena adanya dorongan dari dalam karena ada
prinsip-prinsip dinamisasi dalam diri individu. Adapun yang dimaksud dengan
aspek-aspek dinamisasi dalam individu ini adalah: Goal seeking, Mind, Drive,
Goal seeking adalah; dimana tingkah laku individu terarah pada tujuan tertentu,
sedangkan Mind adalah merupakan subtansi kualitatif yang berbeda dengan
jasmani, adapun Drive adalah tenaga pendorong dari dalam diri individu dalam
pengertian yang lebih luas sering disebut “Motive”.
Faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa
bersumber dari dalam diri siswa maupun lingkungan. Faktor dari dalam diri siswa
disebut faktor internal sedangkan faktor dari luar diri siswa biasa disebut
dengan faktor eksternal.
Semua faktor di atas secara bersama-sama akan
mempengaruhi proses dari belajar siswa. Tetapi motivasi yang merupakan faktor
yang penting dari
individu yang mempengaruhi proses dari hasil belajar.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Latar Belakang Masalah
Kebanyakan
pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman
peserta didik. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang
memerlukan adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang
didapat siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai. Belajar
adalah merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup tiap individu. Menurut Skinner (dalam
Effendy) individu belajar adanya (stimulus) dari luar dan mungkin pola karena
adanya dorongan dari dalam karena ada prinsip-prinsip dinamisasi dalam diri
individu. Adapun yang dimaksud dengan aspek-aspek dinamisasi dalam individu ini
adalah:
Ø Goal seeking yaitu : Dimana
tingkah laku individu terarah pada tujuan tertentu.
Ø Mind yaitu : Merupakan subtansi kualitatif yang berbeda dengan jasmani.
Ø Drive yaitu : Tenaga
pendorong dari dalam diri individu dalam pengertian yang lebih luas sering
disebut “Motive”.
B. Faktor -
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Dan
Hasil Belajar Secara Umum
Faktor yang mempengaruhi proses belajar dan hasil
belajar adalah
I.
Faktor
Eksternal :
Yang dimaksud faktor eksternal
adalah yang menyangkut masalah
dari luar individu, yang menentukan proses hasil belajarnya di bawah ini
ada 2 faktor eksternal yang meliputi:
dari luar individu, yang menentukan proses hasil belajarnya di bawah ini
ada 2 faktor eksternal yang meliputi:
1. Faktor
lingkungan :
Faktor
environmental input (lingkungan).Kondisi
lingkungan dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar,
lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam, sosial, keluarga,
& masyarakat. Lingkungan fisik/alami termasuk didalamnya adalah
seperti keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya,
belajar dalam keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada
belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap.
1)
Lingkungan Alami :
Pencemaran lingkungan hidup
merupakan mala petaka bagi anak didik yang hidup
di dalamnya.Udara yang tercemar merupakan
polusi yang dapat mengganggu pernapasan.Udara yang dingin dapat menyebabkan
anak didik kedinginan.Berdasarkan kenyataan yang demikian orangcenderung
berpendapat bahwa belajar dipagi hari akan lebih baik hasilnya daripada di sore
hari. Kesejukan dan ketenanan suasana kelas diakui sebagai kondisi lingkungan
kelas yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan.Kesejukan
lingkungan membuat anak didik betah berlama-lama didalamnya. Begitulah
linkungan yang dikehendaki.Bukan lingkungan sekolah yang gersang,pengap,tandus
dan panas yang berkepanjangan. Oleh karena itu,pembangunan sekolah sebaiknya
berwawasan lingkungan,bukan memusuhi lingkunan.
2)
Lingkungan Sosial Budaya :
Lingkungan social budaya di luar
sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem sendiri bagi
kehidupan anak didik di sekolah. Pembangunan gedung sekolah yang tak jauh dari hiruk
pikuk lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas.Lingkungan
sosial seperti suara mesin pabrik, truk pikuk lalulintas, gemuruhnya pasar, dan
sebagainya yang berpengaruh terhadap proses dan
hasil belajar, karena itulah diserahkan agar lingkungan sekolah
didirikan di tempat yang jauh di keramaian pabrik, lalu lintasdan pasar
lingkungan sosial yang jorok pun dapat mengganggu belajar, misalnya
dekat dengan lokalisasi WTS.Lingkungan keluarga juga termasuk factor ekstern
karena siswa yang
akan belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara
orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,suasana rumah tangga, dan
keadaan ekonomi keluarga. Orang tua
yang kurang / tidak memperhatikan pendidikan anaknya,
misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya,tidak memperhatikan sama
sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan
anaknya akan dapat menyebabkan anak tidakberhasil dalam belajarnya, anak
belajar perlu dorongan dan pengertian dari orang
tua, bila anak sedang belajar orang tua sebisa mungkin dapat
mengawasi dan mengontrolnya. Begitupun juga sikap anak dalam
belajar, perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik agar mendorong
semangat untuk belajar dan yang terakhir adalah faktor
lingkungan masyarakat, masyarakat
merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar
siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaanya siswa dalammasyarakat, kegiatan
siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap
perkembangan pribadinya, tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan
masyarakat yang terlalu banyak. Belajarnya akan terganggu,
lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengaturwaktunya.Kehidupan masyarakat
disekitar siswa juga berpengaruh terhadap
belajar lebih-lebih pengaruh dari teman bergaul, apabila teman
bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa. Begitu
sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat
buruk juga agar siswa dapat belajar dengan
baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik.
2.
Faktor
Instrumental :
Faktor Instrumental adalah
faktor yang keberadaan dan penggunaanya
dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
tercapainya tujuan-tujuan belajr yang telah direncanakan, faktor-faktor
instrument ini dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware)
seperti:
a)
Gedung perlengkapan belajar
b)
Alat-alat praktikum
c)
Perpustakaan dan sebagainya.
Sedangkan faktor-faktor lunak (soff
ware) seperti
a)
Kurikulum :
Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan.Tampa kurikulum
kegistsn belajar mengajar tidak dapat berlangsung,sebab materia apa yang harus
guru sampaikan dalam suatu pertemuankelas,belum
diprogramkan sebelumnya.Setiaap guru harus mempelajari dan menjabarkan isi
kurikulum kedalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya.Sehingga dapat
diketahui dandiukur dengan pasti tingkat
keberhasilan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.Untuk mencapai target
penguasan kurikulum anak didik terkadang dirasakan begitu sukar. Faktor sejarah
pendidikan dimasa lalu yang menjadi akar permasalahannya. Sebelum lanjutkan
sekolah,anak didik telah dididik dalam lingkungan sekolah dengan sistim
lingkungan yang kurang baik,maka anak didikakan mengalami kesulitan beradaptasi dengan linkungan sekolah yang baru. Ada mata
pelajarana yang sulit untuk diserap dan di cerna oleh oleh anak didik.boleh
jadi mata pelajaran itu tidak disukai
oleh anak didik karena sesuatu hal. Guru tidak dapat berharap banyak
kepada anak didik seperti ini untuk mencapai target penguasaan kurikulum. Jadi
kurikulum dapat mempengaruhi proses dan
hasil belajar anak didik di sekolah.
b)
Bahan / program yang dipelajari :
Setiap sekolah mempunyai program pendidikan Program pendidikan disusun
untuk dijalankan untuk kemajuan pendidikan. Kebaikan pendidikan di sekolah
terantun dari baik tidaknya dari program pendidikan yang di rancang. Program
pendidikan di susun berdasarkan potensi disekolah yang tersedia,baik
tenaga,financial,dan sarana dan prasarana.
Variasinya potensi yang tersedia melahirkan program pendidikan yang
berlainan untuk setiap sekolah.untuk program pendidikan yan g bersipat umum
masih terdapat persamaan,tetapi untuk penjabaran program pendidikan pendidikan
menjadi pendidikan mejadi bagian-bagian kecil – bagian dan subbagian – ada
perbedaan. Tenaga financial,dan sarana prasaran merupakan biang dari perabedaan
itu. Program bimbingan dan penyuluhan mempunyai andil yang besar dalam
keberhasilan belajar anak didik di sekolah. Tidak semua anak didik sepi dari
masalah kesulitan belajar. Bervariasinya nilai kuantitatif didalam buku lapor
sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan bahan pelajaran oleh anak didik yang
bermacam-macam. Bantuan mutlak diberikan kepada anak didik yang bermasalah agar
mereka tenang dan bergairah dalam belajar. Ketiadaan tenaga bimbingan dalam
penyuluhan tidak menjadi alasan untuk tidak memberikan bantuan dalam usaha
mengeluarkan anak didik dari kesulitan belajar. Wali kelas atau dewan guru
dapat berperan sebagai penyuluh yang memberikan penyuluhan bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar
dan bagaimana cara belajar yang baik dan
benar kepada anak didik.
Program pengajaran yang dibuat guru akan mempengaruhi kemana proses belajar
itu berlangsung. Gaya belajar anak didik digiring ke suatu aktivitas belajar
yang menunjang keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru.
Penyimpangan prilaku anak didik daari aktivitas belajar dapat menghambat
keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru. Itu berarti guru tidak
berhasil membelajarkan anak didik. Akibatnya, anak didik tidak menguasai bahan
pelajaran yang diberikan itu. Program pengajaran yang dibuat tidak hanya
berguna bagi guru tetapi juga bagi anak didik. Bagi guru dapat menyeleksi
perbuatan sendiri dan kata-kata yang dapat menunjang tercapainya tujuan
pengajaran. Bagi anak dididk dapat memilih bahan pelajaran atau kegiatan yang
menunjang kea rah penguasan materi seefektif dan seefisien mungkin.
c)
Sarana dan
fasilitas :
Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya
tempat yang srategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Salah satu persyaratan untuk membuat suatu sekolah adalah pemilik sekolah yang
didalamnya ada ruang kelas, ruang kepala kelas,ruang dewan guru, ruang
permustakaan, ruang BP, ruang tata usaha, auditorium, dan halaman sekolah yang
memadai. Semua bertujuan memberikan kemudahan pelayanan anak didik. Suatu
sekolah yang kekurangan ruang kelas, sementara jumlah anak didik yang dimiliki
dalam jumlah yang banyak melebihi daya tamping kelas, akan banyak menemukan
masalah. Kegiatan belajar mengajar berlangsung kurang kandusif. Pengelolaan
kelas kuran efektif. Konflik antar anak didik sukar dihindari. Penempatan anak
didik secara profesianal sering terabaikan. Pertimbangan material dengan
menerima anak didik yang masuk dalam jumlah yang banyak, melebihi kapasitas
kelas dalah kebijakan yang cenderung mengabaikan asfek kualitas pendidikan. Hal ini harus di hindari bila
ingin bersaing dalam peningkatan mutu pendidikan. Kualitas anak didik yang
berada disekolah model pasti berbeda dengan kualitas anak didik yang berasal
dari sekolah biasa. Hal ini disebabkan di sekolah model segala sesuatunya
diusahakan serba lengkap. dari tahun ke tahun tidak hanya guru yang selalu
mendapat prioritas penambahan,tetapi yang mendapat pengawasan yang ekstra
ketat. Bahkan proyek pembangunan gedung sekolah pun, sekolah model selalu
didahulukan dari sekolah biasa. Dari uraian diatas tentu tidak dapat disangkal
bahwa sarana dan fasilitas mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di
sekolah.anak didik tentu dapat belajar lebih baik dan menyenangkan bila suatu sekolah dapat memenuhi segala
kebutuhan anak didik. Masalah yang dihadapi anak didik hadapi dalam belajar
relative kecil. Hasil belajar anak didik tentu akan lebih baik.
d)
Guru :
Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak di
dalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan
terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Jangankan ketiadan guru,
kekurangan guru saja sudah merupakan masalah. Mata pelajaran tertentu pasti
kekosongan guru yang dapat memegangnya. Itu berarti mata pelajaran tersebut
tidak dapat diterima anak didik, karena tidak ada guru yang memberikan
pelajaran untuk mata pelajaran tersebut. Kondisi kekurangan guru seperti ini
sering ditemukan di lembaga pendididikan yang ada di daerah. Sehingga tidak
jarang ditemukan seorang guru memegang lebih dari satu mata pelajaran.
Akibatnya, jumlah jam mengajar dalam seminggu melebihi delapan belas jam wajib
mengajar. Dari segi materi memang menguntungkan guru tetapi merugikan anak
didik.
Menurut M.I. Soelaeman (1985:45)
untuk menjadi guru yang baik itu tidak dapat diandalkan kepada bakat ataupun
hasrat ( emansipasi ) ataupun lingkungan belaka, namun harus disertai kegiatan
study dan latihan serta praktek/pengalaman yang memadai agar muncul sikap guru
yang diinginkan sehingga melahirkan kegairahan kerja yang menyenangkan. Oleh
karena itu, jadilah guru yang baik atau jagan jadi guru sama sekali, adalah
motto yang dapat dijadikan sebagai renungan.
Pendapat M.I.Soelaeman tersebut diatas cukup beralasan dalam hal ini.
Karena memang yang mempengaruhi hasil belajar anak didik tidak hanya latar
belakang pendidikan/ pengalamana mengajar, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap
mental guru dalam memandang tugas yang diebannya. Seorang guru yang memandang profesi keguruan
sebagai panggilan jiwa akan melahirkan perbuatan untuk melayani kebutuhan anak
didik dengan segenap jiwa raga. Kerawanan
hubungan guru dengan anak didik yang dirisaukan selama ini tidak lagi menjadi masalah actual yang berkepentingan. Yang terjadi adalah
kemesraan komonikasi antara guru dan anak didik. Itulah pesan-pesan moral yang
ingin disampaikan oleh motto Ki Hajar dewantara yang berbunyi tut
wuri handayani, ing madya mangun karso, ing gerso sung tulodo. Mengikuti dari belakang, member daya di
tengah membina kemauannya,didepan member
teladan.
II.
Faktor dari dalam
1.
Faktor
Fisiologis
a.
Kondisi fisiologis pada
umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang
dalam keadaan segar jasmaninya,
akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi mereka lekas lelah, mudah mengantuk,dan
sukar menerima pelajaran. Demikian pendapat Noehi Nasution, dkk ( 1993: 6 )
b.
Kondisi
panca indra
Menurut Noehi Nasution tidak kalah pentin yaitu kondisi panca indra
(mata,hidung,pengecap,telinga,dan tubuh) terutama mata sebagai alat untuk
melihat dan sebagai dan sebagai alat untuk mendengar. Sebagian besar yang
dipelajari manusia (anak) yang belajar berlangsung dengan membaca, melihat
contoh,atau model, melakukan observasi, mengamati hasil-hasil experiment,
mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah mendengarkan keterangan orang
lain dalam diskusi dan sebaainya. Karena pentingnya penglihatan dan pendengeran
inilah maka lingkungan pendidikan formal orang melakukan penelitian untuk
menemukan bentuk dan cara penggunaan alat peraga yang dapat dilihat dan di
dengar
2. Kondisi Psikologis.
Semua keadaan
dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar
seseorang. Berarti belajar bukanklah berdiri sendiri,
terlepas dari factor lain seperti factor luar dan factor dari dalam. Factor
psikologis sdebagai factor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam
menentukan intensitas belajar seorang anak. Minat,
kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah
factor-faktor psikologisyang utama mempengaruhi proses dan
hasil belajar anak didik.
a. Minat :
Menurut Slameto (1991
: 182), adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan
antara diri sendir dengan suatu di luar dir. Semakin kuat atau dekat hubungan
tersebut semakin besar minat.Timbulnya
minat belajar disebabkan karena berbagai hal, antara lain karena keinginan yang
kuat untuk menaikan martabat atau
pemperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat
belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi,sebaliknya inat
belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah (Dalyono, 1997: 56).Crow
& Crow (1984;355)berpendapat bahwa lamanya minat bervariasi. Kemampuan dan
kemauan menyelesaikan suatu tugas yang diberikan untuk selama waktu yang di
tentukandari segi umur maupun dari segi masing-masing individu. Untuk seorang
yang sangat muda, lamanya minat dalam kegiatan tertentu sangat pendek. Peminat
senatiasa berpindah-pindah, namun demikian ia menghendaki keaktifan. Ia kerap
kali mendasarkan kegiatan-kegiatanya atas pilihan sendiri dan dapat lebih suka
mengusahakan sesuatu dari pada yang lainya. Karena minat yang terdapat dalam
kegiatan untuk kepentingan diri sendiri lebih daripada untuk mencapai sesuatu
hasil tertentu, sehingga ia mudah dikacaukan dan mudah tertarik pada yang lain.
Tidak demikian halnya terhadap orang yang lebih tua. Mereka yang disebutkan
terakhir ini lebih lama dapat mepertahankan minatnya terhaap sesuatu daripada
bepindah-pindah kepada hal-hal lain.Slameto berkesimpulan bahwa minat tidak di
bawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Dengan kata lain, Slameto
mengatakan bahwa minat dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada diri seorang
anak didik. Beberapa aahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling
efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan
menggunakan minat-minat anak didik yang telah ada.
b. Kecerdasan :
Raden cahaya prabu (1986) pernah mengatakan
dalam mottonya bahwa :” Didiklah anak sesuai taraf umurnya, Pendidikan yang
berhasilkarena menyelami jiwa anak didikny”. Yang menarik dari ungkapan ini
adalah tentang umur dan menyelami jiwa anak didik. Para ahli telah sepakat bahwa semakin meningkat umur
seseorang semakin dewasa pula cara berfikirnya. Kecerdasan dan umur mepunyai
hubungan yang sangat erat. Perkembangan berfikir seseorang dari yang kaonkrit
ke yang abstrak tidak bias dipisahkan dari perkembangan intelegensinya. Semakin
meningkat umur seseorang semakin abstrak cara berfikirnya.Karena intelegensi
diakui ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang, maka orang tersebut
seperti M. Dalyono (1997: 56) misalnya secara tegas mengatakan bahwa seseoarang
yang memiliki inteligensi baik ( IQ-nya tinggi ) umumnya mudah belajar dan
hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang inteligensinya rendah, cenderung mengalami
kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehinga prestasinya pun rendah.
Karwna Walter B.Kolesnik (1976) mengatakan bahwa: in ost ceces there is a fairly high correlation between one’s iq, and
his scholastic success. Usually the higher a person’s IQ the higher the grades
he receives, (Slameto 1991: 130). Oleh karenaitu, kecerdasan mempunyai
peranan yang besar dalam ikut meneentukan berhasil dan tidaknya seseorang
mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan danpengajaran. Dan
orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mamfu belajar. Daripada orang
yang kurang cerdas (Noehi Nasution, 1993:7). Pendapat Noehi Nasution dipertegas
lagi oleh raden cahaya prabu 91946:45) yang mengatakan bahwa anak-anak yang
taraf intelegensinya dibawah rata-rata,yaitu dull normal,debil,embicil, dan
idiot sukar uantuk sukses dalam sekolah. Mereka tidak akan mencapai pendidikan
tinggi karena kemapuan potensinya terbatas. Sedangkan anak-anak yang taraf
intelegensinya normal, diatas rata-rata seperti superior, givted atau genius,
jika saja lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan pendidikannya turut
mengundan, maka mereka akan dapat mencapi prestasi dan keberhasilan dalam
hidupnya.
Pada umumnya kecerdasan
diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian,
kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga
organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya
otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi
otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper
seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan
factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu
menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu,
semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu
itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari
orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor
psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan
pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru
professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.
Para ahli membagi
tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ
berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill
sebagai berikut (Fudyartanto 2002).
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat
kecerdasan (IQ)
|
Klasifikasi
|
140 – 169
|
Amat superior
|
120 – 139
|
Superior
|
110 – 119
|
Rata-rata tinggi
|
90 – 109
|
Rata-rata
|
80 – 89
|
Rata-rata rendah
|
70 – 79
|
Batas lemah mental
|
20 — 69
|
Lemah mental
|
Dari table
tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:
1.
Kelompok kecerdasan amat superior (very superior)
merentang antara IQ 140—IQ 169;
2.
Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ
120—IQ 139;
3.
Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang
anatara IQ 110—IQ 119;
4.
Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ
109;
5.
Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang
antara IQ 80—IQ 89;
6.
Kelompok batas lemah mental (borderline defective)
berada pada IQ 70—IQ 79;
7.
Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective)
berada pada IQ 20—IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain
debil, imbisil, idiot.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan
individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang
berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga
dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi
tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk
memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan
peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan
diberikan kepada siswa.
c.
Bakat :
Bakat merupakan faktoryang besar
pengruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir tidak ada yang
membantah , bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Akan
tetapi, banyak sekali hal-hal yang menghalangi untuk terciptanya kondisi yang
sangat diinginkan oleh setiap orang. Bakat memang diakui sebagai kemampuan
bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu di kebangkan atau latihan.
(Sunsrto&Hartono,1999.2119). dalam kenyataan tidak jarang ditemukan seorang
individu dapat menumbuhkan dan mengembangkan bakat bawaan nya dalam lingkungan
yang kreatif.
d. Motivasi :
Ø
Menurut Noehi Nasution (1993 : 8 ) motivasi
adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisisi psikologis yang mendorong seorang
untuk belajar. Penemuan – penemuan penelitian menunjukan bahwa hasil belajar
pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.
Ø
Motivasi adalah salah satu factor yang
memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong
siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan
motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap
intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi
menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi
intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang
efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung
pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
v Menurut
Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic untuk
belajar antara lain adalah:
1)
Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang
lebih luas;
2)
Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia
dan keinginan untuk maju;
3)
Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga
mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru,
atau teman-teman, dan lain sebaginya.
4)
Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan
yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
v Motivasi
ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.
Kemampuan Kognitif : Dimana orang
menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau atau atau berdasarkan
kesempatan yang diperoleh di masa lampau. Walaupun
diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti juga tujuan belajar itu meliputi
tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Namun
tidak dapat diingkari, bahwa sampai sekarang pengukuran kognitif masih
diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang. Sedangkan
aspek afektif dan aspek psikomotorik lebih bersifat pelengkap dalam menentukan
derajat keberhasilan belajar anak disekolah. Oleh karena itu, kemampuan
kognitif akan tetap merupakan faktor penting dalam belajar siswa / peserta
didik.
Kemampuan kognitif yang paling utama
adalah kemampuan seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir.
Setelah diketahui berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
seperti diuraikan diatas, maka hal penting yang harus dilakukan bagi para
pendidik, guru.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam proses pembelajaran seorang
guru sebagai pengajar harus pandai-pandai dalam mengambil langkah agar proses
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan tercapai tujuan pendidikan. Semuanya itu tentunya saling adanya ketergantungan dengan Faktor Eksternal
dan Internal, apabila Faktor-faktor pendukung di atas dapat berjalan secara
bersama-sama maka tujuan pendidikan akan tercapai dengan sempurna.
PENUTUP
Demikian
makalah yang kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua, saran kritik yang
konstruktif sangat kami perlukan karena kami juga manusia biasa yang tidak
luput dari kesalahan dan kekurangan, akhirnya kami ucapakan banyak terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Artikel
: Eko Suprapto
2.
Artikel Joesafira
4.
Artikel Syifaul Qulub S.Hi
5.
Artikel Zainun Mu'tadin, S.Psi, M.Si
6.
Dimyanti dan Mudjiono, Belajar dan
Pembelajaran, Rienerka Cipta, 1999
7.
Hamalik
Oemar, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1992
9.
Melvin L. Silberman, Active
Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif (Bandung: Nusamedia, 2006), hlm. 9.
10. Muhaimin,
Paradigma Pendidikan Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2008
11. Nana Sudjana,
Dasar-Dasar Proses Belajar, Bandung: Sinar Baru, 1991
12. Ngalim Purwanto:
Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rosda Karya, 1996
13. Purwanto,
Ngalih. 1989. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Karya.
14. Prof.H.Sudjana,
S.Pd, M.M, Strategi Pembelajaran, Falah Production, Bandung 2000,hl 154
15. Saekhan
Muchith, Pembelajaran Kontekstual, RASAIL, 2008
16. Suprihadi
Saputro, Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran Umum, IKIP Malang, 1993, hal
143.
17. Suwardi,
Manajemen Pembelajaran, STAIN Salatiga PRESS, 2007
18. Syaiful
Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain,Strategi Belajar Mengajar, Rieneka
Cipta, Jakarta, 1996, hal. 53
19. Thursan
Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Puspa Swara,2005), h. 12.









Tidak ada komentar:
Posting Komentar