Minggu, 06 Desember 2015

MAKALAH PSYKOLOGY PENDIDIKAN ISLAM












BAB I

PENDAHULUAN







Proses pembelajaran merupakan proses untuk meramu sarana dan prasarana pendidikan untuk mencapai kualitas yang diharapkan. Kualitas lulusan pendidikan sangat ditentukan oleh seberapa jauh guru itu mampu mengelola dan mengolah segala komponen pendidikan melalui proses pembelajaran. Meskipun sarananya lengkap tetapi jika guru tidak mampu mengolah sarana melaluli proses pembelajaran, maka kualitas pendidikan akan terasa hambar. Ibarat makanan guru adalah juru masak, yang senantiasa memiliki kemampuan meramu bumbu sehingga makanan terasa lezat.

Belajar adalah merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup tiap individu. Menurut Skinner (dalam Effendy) individu belajar adanya (stimulus) dari luar dan mungkin pola karena adanya dorongan dari dalam karena ada prinsip-prinsip dinamisasi dalam diri individu. Adapun yang dimaksud dengan aspek-aspek dinamisasi dalam individu ini adalah: Goal seeking, Mind, Drive, Goal seeking adalah; dimana tingkah laku individu terarah pada tujuan tertentu, sedangkan Mind adalah merupakan subtansi kualitatif yang berbeda dengan jasmani, adapun Drive adalah tenaga pendorong dari dalam diri individu dalam pengertian yang lebih luas sering disebut “Motive”.

Faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa bersumber dari dalam diri siswa maupun lingkungan. Faktor dari dalam diri siswa disebut faktor internal sedangkan faktor dari luar diri siswa biasa disebut dengan faktor eksternal.

Semua faktor di atas secara bersama-sama akan mempengaruhi proses dari belajar siswa. Tetapi motivasi yang merupakan faktor yang penting dari individu yang mempengaruhi proses dari hasil belajar.















BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

A.    Latar Belakang Masalah

Kebanyakan pendidik mengajar hanya untuk mengejar target tanpa memperdulikan pemahaman peserta didik. Padahal belajar adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang memerlukan adanya motivasi untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang didapat siswa maka semakin tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai. Belajar adalah merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup tiap individu. Menurut Skinner (dalam Effendy) individu belajar adanya (stimulus) dari luar dan mungkin pola karena adanya dorongan dari dalam karena ada prinsip-prinsip dinamisasi dalam diri individu. Adapun yang dimaksud dengan aspek-aspek dinamisasi dalam individu ini adalah:

Ø  Goal seeking yaitu :  Dimana tingkah laku individu terarah pada tujuan tertentu.

Ø  Mind yaitu : Merupakan subtansi kualitatif yang berbeda dengan jasmani.

Ø  Drive yaitu :  Tenaga pendorong dari dalam diri individu dalam pengertian yang lebih luas sering disebut “Motive”.



B.     Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi  Proses Dan Hasil Belajar Secara Umum



Faktor yang mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar adalah



       I.            Faktor Eksternal :



Yang dimaksud faktor eksternal adalah yang menyangkut masalah
dari luar individu, yang menentukan proses hasil belajarnya di bawah ini
ada 2 faktor eksternal yang meliputi:



1.      Faktor lingkungan :

Faktor environmental input (lingkungan).Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar, lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam, sosial, keluarga, & masyarakat. Lingkungan fisik/alami termasuk didalamnya adalah seperti keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya, belajar dalam keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap.



1)      Lingkungan Alami :

Pencemaran lingkungan hidup merupakan mala petaka bagi anak didik yang hidup di dalamnya.Udara yang tercemar merupakan polusi yang dapat mengganggu pernapasan.Udara yang dingin dapat menyebabkan anak didik kedinginan.Berdasarkan kenyataan yang demikian orangcenderung berpendapat bahwa belajar dipagi hari akan lebih baik hasilnya daripada di sore hari. Kesejukan dan ketenanan suasana kelas diakui sebagai kondisi lingkungan kelas yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan.Kesejukan lingkungan membuat anak didik betah berlama-lama didalamnya. Begitulah linkungan yang dikehendaki.Bukan lingkungan sekolah yang gersang,pengap,tandus dan panas yang berkepanjangan. Oleh karena itu,pembangunan sekolah sebaiknya berwawasan lingkungan,bukan memusuhi lingkunan.



2)      Lingkungan Sosial Budaya : 

Lingkungan social budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan problem sendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. Pembangunan gedung sekolah yang tak jauh dari hiruk pikuk lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas.Lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, truk pikuk lalulintas, gemuruhnya pasar, dan sebagainya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, karena itulah diserahkan agar lingkungan sekolah didirikan di tempat yang jauh di keramaian pabrik, lalu lintasdan pasar lingkungan sosial yang jorok pun dapat mengganggu belajar, misalnya dekat dengan lokalisasi WTS.Lingkungan keluarga juga termasuk factor ekstern karena siswa yang akan belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga. Orang tua yang kurang / tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya,tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya akan dapat menyebabkan anak tidakberhasil dalam belajarnya, anak belajar perlu dorongan dan pengertian dari orang tua, bila anak sedang belajar orang tua sebisa mungkin dapat mengawasi dan mengontrolnya. Begitupun juga sikap anak dalam belajar, perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik agar mendorong semangat untuk belajar  dan yang terakhir adalah faktor lingkungan masyarakat, masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaanya siswa dalammasyarakat, kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya, tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak. Belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengaturwaktunya.Kehidupan masyarakat disekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar lebih-lebih pengaruh dari teman bergaul, apabila teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa. Begitu sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk          juga agar siswa dapat belajar dengan baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik.



2.      Faktor Instrumental :  

Faktor Instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaanya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajr yang telah direncanakan, faktor-faktor instrument ini dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware) seperti:

a)      Gedung perlengkapan belajar

b)      Alat-alat praktikum

c)      Perpustakaan dan sebagainya.



Sedangkan faktor-faktor lunak (soff ware) seperti



a)      Kurikulum :

Kurikulum adalah  a plan for learning yang merupakan unsur  substansial dalam pendidikan.Tampa kurikulum kegistsn belajar mengajar tidak dapat berlangsung,sebab materia apa yang harus guru  sampaikan dalam suatu pertemuankelas,belum diprogramkan sebelumnya.Setiaap guru harus mempelajari dan menjabarkan isi kurikulum kedalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya.Sehingga dapat diketahui dandiukur  dengan pasti tingkat keberhasilan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.Untuk mencapai target penguasan kurikulum anak didik terkadang dirasakan begitu sukar. Faktor sejarah pendidikan dimasa lalu yang menjadi akar permasalahannya. Sebelum lanjutkan sekolah,anak didik telah dididik dalam lingkungan sekolah dengan sistim lingkungan yang kurang baik,maka anak didikakan mengalami kesulitan beradaptasi  dengan linkungan sekolah yang baru. Ada mata pelajarana yang sulit untuk diserap dan di cerna oleh oleh anak didik.boleh jadi mata pelajaran itu tidak disukai  oleh anak didik karena sesuatu hal. Guru tidak dapat berharap banyak kepada anak didik seperti ini untuk mencapai target penguasaan kurikulum. Jadi kurikulum  dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik di sekolah.



b)      Bahan / program yang dipelajari :

Setiap sekolah mempunyai program pendidikan Program pendidikan disusun untuk dijalankan  untuk kemajuan  pendidikan. Kebaikan pendidikan di sekolah terantun dari baik tidaknya dari program pendidikan yang di rancang. Program pendidikan di susun berdasarkan potensi disekolah yang tersedia,baik tenaga,financial,dan sarana dan prasarana.

Variasinya potensi yang tersedia melahirkan program pendidikan yang berlainan untuk setiap sekolah.untuk program pendidikan yan g bersipat umum masih terdapat persamaan,tetapi untuk penjabaran program pendidikan pendidikan menjadi pendidikan mejadi bagian-bagian kecil – bagian dan subbagian – ada perbedaan. Tenaga financial,dan sarana prasaran merupakan biang dari perabedaan itu. Program bimbingan dan penyuluhan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan belajar anak didik di sekolah. Tidak semua anak didik sepi dari masalah kesulitan belajar. Bervariasinya nilai kuantitatif didalam buku lapor sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan bahan pelajaran oleh anak didik yang bermacam-macam. Bantuan mutlak diberikan kepada anak didik yang bermasalah agar mereka tenang dan bergairah dalam belajar. Ketiadaan tenaga bimbingan dalam penyuluhan tidak menjadi alasan untuk tidak memberikan bantuan dalam usaha mengeluarkan anak didik dari kesulitan belajar. Wali kelas atau dewan guru dapat berperan sebagai penyuluh yang memberikan penyuluhan  bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar dan bagaimana cara belajar  yang baik dan benar kepada anak didik.

Program pengajaran yang dibuat guru akan mempengaruhi kemana proses belajar itu berlangsung. Gaya belajar anak didik digiring ke suatu aktivitas belajar yang menunjang keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru. Penyimpangan prilaku anak didik daari aktivitas belajar dapat menghambat keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru. Itu berarti guru tidak berhasil membelajarkan anak didik. Akibatnya, anak didik tidak menguasai bahan pelajaran yang diberikan itu. Program pengajaran yang dibuat tidak hanya berguna bagi guru tetapi juga bagi anak didik. Bagi guru dapat menyeleksi perbuatan sendiri dan kata-kata yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Bagi anak dididk dapat memilih bahan pelajaran atau kegiatan yang menunjang kea rah penguasan materi seefektif dan seefisien mungkin.



c)      Sarana dan fasilitas :

Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah misalnya tempat yang srategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Salah satu persyaratan untuk membuat suatu sekolah adalah pemilik sekolah yang didalamnya ada ruang kelas, ruang kepala kelas,ruang dewan guru, ruang permustakaan, ruang BP, ruang tata usaha, auditorium, dan halaman sekolah yang memadai. Semua bertujuan memberikan kemudahan pelayanan anak didik. Suatu sekolah yang kekurangan ruang kelas, sementara jumlah anak didik yang dimiliki dalam jumlah yang banyak melebihi daya tamping kelas, akan banyak menemukan masalah. Kegiatan belajar mengajar berlangsung kurang kandusif. Pengelolaan kelas kuran efektif. Konflik antar anak didik sukar dihindari. Penempatan anak didik secara profesianal sering terabaikan. Pertimbangan material dengan menerima anak didik yang masuk dalam jumlah yang banyak, melebihi kapasitas kelas dalah kebijakan yang cenderung mengabaikan asfek kualitas  pendidikan. Hal ini harus di hindari bila ingin bersaing dalam peningkatan mutu pendidikan. Kualitas anak didik yang berada disekolah model pasti berbeda dengan kualitas anak didik yang berasal dari sekolah biasa. Hal ini disebabkan di sekolah model segala sesuatunya diusahakan serba lengkap. dari tahun ke tahun tidak hanya guru yang selalu mendapat prioritas penambahan,tetapi yang mendapat pengawasan yang ekstra ketat. Bahkan proyek pembangunan gedung sekolah pun, sekolah model selalu didahulukan dari sekolah biasa. Dari uraian diatas tentu tidak dapat disangkal bahwa sarana dan fasilitas mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah.anak didik tentu dapat belajar lebih baik dan menyenangkan  bila suatu sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan anak didik. Masalah yang dihadapi anak didik hadapi dalam belajar relative kecil. Hasil belajar anak didik tentu akan lebih baik.



d)     Guru :

Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak di dalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Jangankan ketiadan guru, kekurangan guru saja sudah merupakan masalah. Mata pelajaran tertentu pasti kekosongan guru yang dapat memegangnya. Itu berarti mata pelajaran tersebut tidak dapat diterima anak didik, karena tidak ada guru yang memberikan pelajaran untuk mata pelajaran tersebut. Kondisi kekurangan guru seperti ini sering ditemukan di lembaga pendididikan yang ada di daerah. Sehingga tidak jarang ditemukan seorang guru memegang lebih dari satu mata pelajaran. Akibatnya, jumlah jam mengajar dalam seminggu melebihi delapan belas jam wajib mengajar. Dari segi materi memang menguntungkan guru tetapi merugikan anak didik.

Menurut M.I. Soelaeman  (1985:45) untuk menjadi guru yang baik itu tidak dapat diandalkan kepada bakat ataupun hasrat ( emansipasi ) ataupun lingkungan belaka, namun harus disertai kegiatan study dan latihan serta praktek/pengalaman yang memadai agar muncul sikap guru yang diinginkan sehingga melahirkan kegairahan kerja yang menyenangkan. Oleh karena itu, jadilah guru yang baik atau jagan jadi guru sama sekali, adalah motto yang dapat dijadikan sebagai renungan.

Pendapat M.I.Soelaeman tersebut diatas cukup beralasan dalam hal ini. Karena memang yang mempengaruhi hasil belajar anak didik tidak hanya latar belakang pendidikan/ pengalamana mengajar, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap mental guru dalam memandang tugas yang diebannya.  Seorang guru yang memandang profesi keguruan sebagai panggilan jiwa akan melahirkan perbuatan untuk melayani kebutuhan anak didik dengan segenap jiwa raga.  Kerawanan hubungan guru dengan anak didik yang dirisaukan selama ini tidak  lagi menjadi masalah actual  yang berkepentingan. Yang terjadi adalah kemesraan komonikasi antara guru dan anak didik. Itulah pesan-pesan moral yang ingin disampaikan oleh motto Ki Hajar dewantara yang berbunyi tut wuri handayani, ing madya mangun karso, ing gerso sung tulodo. Mengikuti dari belakang, member daya di tengah  membina kemauannya,didepan member teladan.



    II.            Faktor dari dalam



1.      Faktor Fisiologis

a.       Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya, akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi mereka lekas lelah, mudah mengantuk,dan sukar menerima pelajaran. Demikian pendapat Noehi Nasution, dkk ( 1993: 6 )

b.      Kondisi panca indra

Menurut Noehi Nasution tidak kalah pentin yaitu kondisi panca indra (mata,hidung,pengecap,telinga,dan tubuh) terutama mata sebagai alat untuk melihat dan sebagai dan sebagai alat untuk mendengar. Sebagian besar yang dipelajari manusia (anak) yang belajar berlangsung dengan membaca, melihat contoh,atau model, melakukan observasi, mengamati hasil-hasil experiment, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dan sebaainya. Karena pentingnya penglihatan dan pendengeran inilah maka lingkungan pendidikan formal orang melakukan penelitian untuk menemukan bentuk dan cara penggunaan alat peraga yang dapat dilihat dan di dengar



2.      Kondisi Psikologis.

Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Berarti  belajar bukanklah berdiri sendiri, terlepas dari factor lain seperti factor luar dan factor dari dalam. Factor psikologis sdebagai factor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah factor-faktor psikologisyang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik.



a.       Minat :

Menurut Slameto (1991 : 182), adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh minat pada dasarnya adalah  penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendir dengan suatu di luar dir. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat.Timbulnya minat belajar disebabkan karena berbagai hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikan martabat  atau pemperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi,sebaliknya inat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah (Dalyono, 1997: 56).Crow & Crow (1984;355)berpendapat bahwa lamanya minat bervariasi. Kemampuan dan kemauan menyelesaikan suatu tugas yang diberikan untuk selama waktu yang di tentukandari segi umur maupun dari segi masing-masing individu. Untuk seorang yang sangat muda, lamanya minat dalam kegiatan tertentu sangat pendek. Peminat senatiasa berpindah-pindah, namun demikian ia menghendaki keaktifan. Ia kerap kali mendasarkan kegiatan-kegiatanya atas pilihan sendiri dan dapat lebih suka mengusahakan sesuatu dari pada yang lainya. Karena minat yang terdapat dalam kegiatan untuk kepentingan diri sendiri lebih daripada untuk mencapai sesuatu hasil tertentu, sehingga ia mudah dikacaukan dan mudah tertarik pada yang lain. Tidak demikian halnya terhadap orang yang lebih tua. Mereka yang disebutkan terakhir ini lebih lama dapat mepertahankan minatnya terhaap sesuatu daripada bepindah-pindah kepada hal-hal lain.Slameto berkesimpulan bahwa minat tidak di bawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Dengan kata lain, Slameto mengatakan bahwa minat dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada diri seorang anak didik. Beberapa aahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat anak didik yang telah ada.

 

b.      Kecerdasan :

Raden cahaya prabu (1986) pernah mengatakan dalam mottonya bahwa :” Didiklah anak sesuai taraf umurnya, Pendidikan yang berhasilkarena menyelami jiwa anak didikny”. Yang menarik dari ungkapan ini adalah tentang umur dan menyelami jiwa anak didik. Para ahli telah sepakat bahwa semakin meningkat umur seseorang semakin dewasa pula cara berfikirnya. Kecerdasan dan umur mepunyai hubungan yang sangat erat. Perkembangan berfikir seseorang dari yang kaonkrit ke yang abstrak tidak bias dipisahkan dari perkembangan intelegensinya. Semakin meningkat umur seseorang semakin abstrak cara berfikirnya.Karena intelegensi diakui ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang, maka orang tersebut seperti M. Dalyono (1997: 56) misalnya secara tegas mengatakan bahwa seseoarang yang memiliki inteligensi baik ( IQ-nya tinggi ) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang  inteligensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehinga prestasinya pun rendah. Karwna Walter B.Kolesnik (1976) mengatakan bahwa: in ost ceces there is a fairly high correlation between one’s iq, and his scholastic success. Usually the higher a person’s IQ the higher the grades he receives, (Slameto 1991: 130). Oleh karenaitu, kecerdasan mempunyai peranan yang besar dalam ikut meneentukan berhasil dan tidaknya seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan danpengajaran. Dan orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mamfu belajar. Daripada orang yang kurang cerdas (Noehi Nasution, 1993:7). Pendapat Noehi Nasution dipertegas lagi oleh raden cahaya prabu 91946:45) yang mengatakan bahwa anak-anak yang taraf intelegensinya dibawah rata-rata,yaitu dull normal,debil,embicil, dan idiot sukar uantuk sukses dalam sekolah. Mereka tidak akan mencapai pendidikan tinggi karena kemapuan potensinya terbatas. Sedangkan anak-anak yang taraf intelegensinya normal, diatas rata-rata seperti superior, givted atau genius, jika saja lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan pendidikannya turut mengundan, maka mereka akan dapat mencapi prestasi dan keberhasilan dalam hidupnya.

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.

Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut (Fudyartanto  2002).









Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision



Tingkat kecerdasan (IQ)
Klasifikasi
140 – 169
Amat superior
120 – 139
Superior
110 – 119
Rata-rata tinggi
90 – 109
Rata-rata
80 – 89
Rata-rata rendah
70 – 79
Batas lemah mental
20 — 69
Lemah mental



Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:

1.      Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140—IQ 169;

2.      Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;

3.      Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;

4.      Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;

5.      Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;

6.      Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ 79;

7.      Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.



Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.



c.       Bakat :

Bakat merupakan faktoryang besar pengruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir tidak ada yang membantah , bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Akan tetapi, banyak sekali hal-hal yang menghalangi untuk terciptanya kondisi yang sangat diinginkan oleh setiap orang. Bakat memang diakui sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu di kebangkan atau latihan. (Sunsrto&Hartono,1999.2119). dalam kenyataan tidak jarang ditemukan seorang individu dapat menumbuhkan dan mengembangkan bakat bawaan nya dalam lingkungan yang kreatif.



d.      Motivasi :

Ø  Menurut Noehi Nasution (1993 : 8 ) motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisisi psikologis yang mendorong seorang untuk belajar. Penemuan – penemuan penelitian menunjukan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.

Ø  Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.



Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).

v  Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic untuk belajar antara lain adalah:

1)      Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;

2)      Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;

3)      Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.

4)      Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.



v  Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. 



Kemampuan Kognitif : Dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau atau atau berdasarkan kesempatan yang diperoleh di masa lampau. Walaupun diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti juga tujuan belajar itu meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Namun tidak dapat diingkari, bahwa sampai sekarang pengukuran kognitif masih diutamakan untuk menentukan keberhasilan belajar seseorang. Sedangkan aspek afektif dan aspek psikomotorik lebih bersifat pelengkap dalam menentukan derajat keberhasilan belajar anak disekolah. Oleh karena itu, kemampuan kognitif akan tetap merupakan faktor penting dalam belajar siswa / peserta didik.

Kemampuan kognitif yang paling utama adalah kemampuan seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir. Setelah diketahui berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar seperti diuraikan diatas, maka hal penting yang harus dilakukan bagi para pendidik, guru.















BAB III

KESIMPULAN


Dalam proses pembelajaran seorang guru sebagai pengajar harus pandai-pandai dalam mengambil langkah agar proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan tercapai tujuan pendidikan. Semuanya itu tentunya saling adanya ketergantungan dengan Faktor Eksternal dan Internal, apabila Faktor-faktor pendukung di atas dapat berjalan secara bersama-sama maka tujuan pendidikan akan tercapai dengan sempurna.





PENUTUP

Demikian makalah yang kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua, saran kritik yang konstruktif sangat kami perlukan karena kami juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, akhirnya kami ucapakan banyak terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Artikel : Eko Suprapto

2.      Artikel Joesafira

3.      Artikel Rofiah

4.      Artikel Syifaul Qulub S.Hi

5.      Artikel Zainun Mu'tadin, S.Psi, M.Si

6.      Dimyanti dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rienerka Cipta, 1999

7.      Hamalik Oemar, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1992


9.      Melvin L. Silberman, Active Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif (Bandung: Nusamedia, 2006), hlm. 9.

10.  Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2008

11.  Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar, Bandung: Sinar Baru, 1991

12.  Ngalim Purwanto: Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rosda Karya, 1996

13.  Purwanto, Ngalih. 1989. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Karya.

14.  Prof.H.Sudjana, S.Pd, M.M, Strategi Pembelajaran, Falah Production, Bandung 2000,hl 154

15.  Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, RASAIL, 2008

16.  Suprihadi Saputro, Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran Umum, IKIP Malang, 1993, hal 143.

17.  Suwardi, Manajemen Pembelajaran, STAIN Salatiga PRESS, 2007

18.  Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain,Strategi Belajar Mengajar, Rieneka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 53

19.  Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Puspa Swara,2005), h. 12.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar